Pilih No. 1 utk PP TBS :D |
Jumat pagi di pertengahan bulan
september telah dimulai dengan pagi yang cerah. Menurut catatanku hari ini akan
sama seperti hari-hari kemarin yang sangat panas bahkan sampai 31o C
di tengah siang nanti. Tak hanya itu saja, debu yang berterbangan sangat di
eluhkan oleh pengguna jalan termasuk aku yang hampir setiap hari selalu
“meengukur” panjang jalan di kota ku ini untuk berangkat ke kampus.
Agendaku pagi ini adalah ke kampus untuk
ACC judul skripsiku yang mulai ku buat sebagai sayarat untuk mencapai gelar
sarjana. Perjuangan untuk ini semua tak mudah, perekonomian keluarga yang bisa
dibilang kurang tak dapat menyurutkan semangatku untuk melanjutkan belakarku ke
perguruan tinggi. Mulai kelas 11 yang lalu mulai ku gores coretan cita-citaku
dengan bolpoin, bukan dengan pena karena aku takut cita-cita itu cepat memudar
terhapus oleh waktu.
Di masa-masa Madrasah Aliyah dulu ada
program beasiswa ke perguruan tinggi dengan beberapa syarat yang salah satunya
adalah harus mondok. Jadilah aku merasakan bagaimana rasanya menjadi anak pesantren
hampir 2 tahun. Hidup jadi santri membuatku prihatin terhadap kehidupan,
tentang perjuangan ayah ibu untuk membiayai pendidikan dan hidupku dan kedua
adikku.
Dengan keprihatinan ini ku mulai
pendidikan di perguruan tinggi dengan semangat untuk menjawab perjuangan
keluarga yang telah memperjuangkanku dalam dunia pendidikan selama ini. Hingga
menginjak tahun ketiga ku di perguruan tinggi ku mulai menemui titik akhir
perjalananku, menyusun skripsi.
“Buk, aku berangkat kuliah dulu ya, Assalamu’alaikum”
“Farhan, hati-hati ya di perjalanan.
Kalau naik sepeda motor jangan ngebut pelan-pelan saja, Wa’alaikumsalam”
pesan ibu ketika aku berpamitan dan mencium tangan beliau, salah satu aktivitas
wajibku ketika hendak pergi kemanapun.
8.30 AM, angka yang kutemukan dilayar
ponselku. Sekaranglah ku mulai petualangan sehari ini. Benar saja, di pagi hari
matahari sudah mulai menyengat dan angin kencang disertai debu yang
berterbangan mulai menyeruak masuk diantara celah-celah helm dan jaket yang ku
kenakan. Dengan kecepatan kira-kira 50 KM/H aku telah sampai di parkiran kampus
pukul 09.00 WIB langsung saja ku cari tempat parkir yang masih luang.
Dengan langkah yang pasti ku daki anak
tangga menuju lantai 4 untuk menemui dosen pembimbingku. Ah, meskipun sekarang
masih cukup pagi ternyata didepan pintu dosen itu sudah sangat ramai oleh
mahasiswa lain yang senasib dengan ku hendak ACC judul. Mungkin ini yang Allah
ingin dariku yakni harus bersabar untuk kesuksesanku kedepannya.
Hampir setengah jam aku harus menunggu
sampai akhirnya namaku dipanggil.
“Farhan, apa yang ingin kau bahas dalam
skripsimu nanti?
“Saya ingin membahas tentang pelajar dan
santri pak, apakah mereka dapat sukses dengan manajemen waktu yang baik”
kujawab dengan percaya diri sambil mengajukan judul dan latar belakang yang
telah kususun yakni Manajemen Waktu Sebagai Upaya Mewujudkan Budaya
On Time Dan Meningkatkan Kualitas Pribadi Pelajar & Santri Disiplin.
Seminggu
kedepan ACC judul ini baru bisa ku ketahui hasilnya. Dengan penuh harap ku
keluar dari ruangan dosen tersebut, berharap semoga apa yang menjadi
pemikiranku dapat beliau cerna dengan baik.
Hari
jumat memang selalu menghadirkan suasana yang berbeda, menurutku yang telah
lama hidup dilingkungan madrasah dan pondok pesantren hari jumat adalah hari
yang membawa berkah karena hari inilah pemimpinnya hari, kuingat sebuah maqolah
“سيّد
الأيّام يوم الجمعة” jadi sudah sepantasnya aku selalu
memuliakannya, minimal adalah dengan berangkat jumu’ahan di awal waktu.
Begitu sakralnya jumu’ahan ternyata
sudah tak lagi melakat pada diri generasi muda. Tak sedikit dari teman-temanku
yang mulai menyepelekan sholat jumu’ah di awal waktu. Dengan santai ketika
mereka ku ajak untuk berangkat lebih awal mereka menjawab nanti saja masih
sibuk dengan tugas dan baru akan mendatangi sholat jumu’ah ketika imam baru takbirotul
ihrom. miris melihat generasiku sekarang, padahal disini termasuk perguruan
tinggi yang berbasis agama Islam.
Adzan pertama mulai berkumandang
dengan merdunya. Mengantarkanku untuk mengambil air wudhu dan membasuh seluruh
anggota wudhu ku. Alhamdulillah begitu segarnya air wudhu siang ini
ditengah-tengah udara yang sangat panas. Kumasuki masjid ini dengan sebuah do’a
yang ibu guru TPQ ku dulu mengajarkan اللّٰهمّ افتح لي أبواب فضلك kucari
shof yang masih kosong, ya disana di baris kedua.
Masyaallah, setelah ku cari di seluruh isi tas ku
baru kusadari peci yang biasanya selalu kubawa untuk suasana seperti ini, dalam
sholat-sholatku lupa kubawa. Dengan hati yang berat ku tunaikan 2 roka’at
sholat tahiyatal masjid dan 2 roka’at qobliyah jumu’ah tanpa
memakai peci. Ada yang berbeda, ditengah-tengah suasana khidmat
menjelang khotbah dibacakan ada sosok kharismatik yang berdiri disampingku
hendak melaksanakan sholat sunnah.
Beliau adalah Bapak KH. Ulil Albab,
guru ku di MA dulu, beliaulah yang membimbingku siang malam baik di madrasah
maupun di pondok pesantren dulu. Kekharismatikan beliau masih kuat kurasakan
saat wajah beliau menoleh ke arahku untuk salam. Dengan penuh ta’dhim ku cium
tangan beliau dan alhamdulillah senyum beliau kepadaku kuartikan jika
beliau masih mengingatku sebagai salah satu dari santri dan murid beliau.
Lamunanku menerawang masa-masaku
penuh perjuangan dan suka duka dulu di madrasah sebelum khotbah dimulai. Namun
baru saja aku ingin berselancar dalam nostalgiaku sebuah tangan menyentuh
lenganku. Tangan Pak Kyai Albab menyentuhku dengan membawa sebuah peci yang
diambil dari dalam tasnya.
Sambil menyerahkan peci itu kepadaku
beliau berbisik di telinga kiriku dengan senyum yang sangat teduh
“Nang kamu masih ingat kan
kalau sholat maupun jumu’ahan seperti ini makruh untuk tidak memakai penutup
kepala. Ini salah satu peci ku, pakailah. Jangan sampai kau tinggalkan
pelajaran di madrasahmu dulu, jangan terpengaruh dengan lingkunganmu sekarang.
Semoga sukses dengan ridho dari Allah untukmu”.
Hatiku ingin menangis dengan ucapan
beliau, dengan perasaan terharu ku pakai peci yang telah ku terima itu, mungkin
memang sekarang sedikit-sedikit mulai kutinggalkan dunia pesantrenku. Apa
gunanya nanti aku menyandang gelar sarjana tapi ilmu yang ku dapat tidak di ridhoi
oleh Allah hanya karena berani meninggalkan dunia pesantrenku dengan
melanggengkan hal-hal makruh seperti ini?.
“faya ayyuhal muslimun ushikum
bitaqwallah....” seruan taqwa, selalu terucap dari para khotib setiap
hari jumat seperti ini. Ya Allah, maafkan aku begitu seringnya aku mendengar
ajakan itu tapi hanya sebagai pemanis jumu’ahanku saja selama ini. Waktu diantara
2 khotbah ku manfaatkan dengan baik, kumohon maaf kepada Allah akan semua
khilafku baik yang sengaja maupun tidak, semoga belajarku di perguruan tinggi
ini dapat berhasil dan nantinya mendapat ilmu yang barokah, kesehatan dan tetap
iman Islam untukku dan keluargaku, serta semoga ayah ibu mendapat rizqi yang
banyak halal dan berkah, amin.
“Nek kuwe ijeh ning madrasah kene
aku yakin Iman, Islam, lan Ihsan mu apik. Tapi sok titenono nek wis nok
kono-kono, gelem sholat 5 waktu tepat waktu lan wiridan ae iku wis
Alhamdulillah”
-KH. Ahmad Arwan-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar