Rabu, 29 Oktober 2014

PECI HARI JUMU'AH KU


Pilih No. 1 utk PP TBS :D

Jumat pagi di pertengahan bulan september telah dimulai dengan pagi yang cerah. Menurut catatanku hari ini akan sama seperti hari-hari kemarin yang sangat panas bahkan sampai 31o C di tengah siang nanti. Tak hanya itu saja, debu yang berterbangan sangat di eluhkan oleh pengguna jalan termasuk aku yang hampir setiap hari selalu “meengukur” panjang jalan di kota ku ini untuk berangkat ke kampus.
Agendaku pagi ini adalah ke kampus untuk ACC judul skripsiku yang mulai ku buat sebagai sayarat untuk mencapai gelar sarjana. Perjuangan untuk ini semua tak mudah, perekonomian keluarga yang bisa dibilang kurang tak dapat menyurutkan semangatku untuk melanjutkan belakarku ke perguruan tinggi. Mulai kelas 11 yang lalu mulai ku gores coretan cita-citaku dengan bolpoin, bukan dengan pena karena aku takut cita-cita itu cepat memudar terhapus oleh waktu.
Di masa-masa Madrasah Aliyah dulu ada program beasiswa ke perguruan tinggi dengan beberapa syarat yang salah satunya adalah harus mondok. Jadilah aku merasakan bagaimana rasanya menjadi anak pesantren hampir 2 tahun. Hidup jadi santri membuatku prihatin terhadap kehidupan, tentang perjuangan ayah ibu untuk membiayai pendidikan dan hidupku dan kedua adikku.
Dengan keprihatinan ini ku mulai pendidikan di perguruan tinggi dengan semangat untuk menjawab perjuangan keluarga yang telah memperjuangkanku dalam dunia pendidikan selama ini. Hingga menginjak tahun ketiga ku di perguruan tinggi ku mulai menemui titik akhir perjalananku, menyusun skripsi.
“Buk, aku berangkat kuliah dulu ya, Assalamu’alaikum”
“Farhan, hati-hati ya di perjalanan. Kalau naik sepeda motor jangan ngebut pelan-pelan saja, Wa’alaikumsalam” pesan ibu ketika aku berpamitan dan mencium tangan beliau, salah satu aktivitas wajibku ketika hendak pergi kemanapun.
8.30 AM, angka yang kutemukan dilayar ponselku. Sekaranglah ku mulai petualangan sehari ini. Benar saja, di pagi hari matahari sudah mulai menyengat dan angin kencang disertai debu yang berterbangan mulai menyeruak masuk diantara celah-celah helm dan jaket yang ku kenakan. Dengan kecepatan kira-kira 50 KM/H aku telah sampai di parkiran kampus pukul 09.00 WIB langsung saja ku cari tempat parkir yang masih luang.
Dengan langkah yang pasti ku daki anak tangga menuju lantai 4 untuk menemui dosen pembimbingku. Ah, meskipun sekarang masih cukup pagi ternyata didepan pintu dosen itu sudah sangat ramai oleh mahasiswa lain yang senasib dengan ku hendak ACC judul. Mungkin ini yang Allah ingin dariku yakni harus bersabar untuk kesuksesanku kedepannya.
Hampir setengah jam aku harus menunggu sampai akhirnya namaku dipanggil.
“Farhan, apa yang ingin kau bahas dalam skripsimu nanti?
“Saya ingin membahas tentang pelajar dan santri pak, apakah mereka dapat sukses dengan manajemen waktu yang baik” kujawab dengan percaya diri sambil mengajukan judul dan latar belakang yang telah kususun yakni Manajemen Waktu Sebagai Upaya Mewujudkan Budaya On Time Dan Meningkatkan Kualitas Pribadi Pelajar & Santri Disiplin.
Seminggu kedepan ACC judul ini baru bisa ku ketahui hasilnya. Dengan penuh harap ku keluar dari ruangan dosen tersebut, berharap semoga apa yang menjadi pemikiranku dapat beliau cerna dengan baik.
Hari jumat memang selalu menghadirkan suasana yang berbeda, menurutku yang telah lama hidup dilingkungan madrasah dan pondok pesantren hari jumat adalah hari yang membawa berkah karena hari inilah pemimpinnya hari, kuingat sebuah maqolah سيّد الأيّام يوم الجمعة” jadi sudah sepantasnya aku selalu memuliakannya, minimal adalah dengan berangkat jumu’ahan di awal waktu.
Begitu sakralnya jumu’ahan ternyata sudah tak lagi melakat pada diri generasi muda. Tak sedikit dari teman-temanku yang mulai menyepelekan sholat jumu’ah di awal waktu. Dengan santai ketika mereka ku ajak untuk berangkat lebih awal mereka menjawab nanti saja masih sibuk dengan tugas dan baru akan mendatangi sholat jumu’ah ketika imam baru takbirotul ihrom. miris melihat generasiku sekarang, padahal disini termasuk perguruan tinggi yang berbasis agama Islam.
Adzan pertama mulai berkumandang dengan merdunya. Mengantarkanku untuk mengambil air wudhu dan membasuh seluruh anggota wudhu ku. Alhamdulillah begitu segarnya air wudhu siang ini ditengah-tengah udara yang sangat panas. Kumasuki masjid ini dengan sebuah do’a yang ibu guru TPQ ku dulu mengajarkan اللّٰهمّ افتح لي أبواب فضلك kucari shof yang masih kosong, ya disana di baris kedua.
Masyaallah, setelah ku cari di seluruh isi tas ku baru kusadari peci yang biasanya selalu kubawa untuk suasana seperti ini, dalam sholat-sholatku lupa kubawa. Dengan hati yang berat ku tunaikan 2 roka’at sholat tahiyatal masjid dan 2 roka’at qobliyah jumu’ah tanpa memakai peci. Ada yang berbeda, ditengah-tengah suasana khidmat menjelang khotbah dibacakan ada sosok kharismatik yang berdiri disampingku hendak melaksanakan sholat sunnah.
Beliau adalah Bapak KH. Ulil Albab, guru ku di MA dulu, beliaulah yang membimbingku siang malam baik di madrasah maupun di pondok pesantren dulu. Kekharismatikan beliau masih kuat kurasakan saat wajah beliau menoleh ke arahku untuk salam. Dengan penuh ta’dhim ku cium tangan beliau dan alhamdulillah senyum beliau kepadaku kuartikan jika beliau masih mengingatku sebagai salah satu dari santri dan murid beliau.
Lamunanku menerawang masa-masaku penuh perjuangan dan suka duka dulu di madrasah sebelum khotbah dimulai. Namun baru saja aku ingin berselancar dalam nostalgiaku sebuah tangan menyentuh lenganku. Tangan Pak Kyai Albab menyentuhku dengan membawa sebuah peci yang diambil dari dalam tasnya.
Sambil menyerahkan peci itu kepadaku beliau berbisik di telinga kiriku dengan senyum yang sangat teduh
Nang kamu masih ingat kan kalau sholat maupun jumu’ahan seperti ini makruh untuk tidak memakai penutup kepala. Ini salah satu peci ku, pakailah. Jangan sampai kau tinggalkan pelajaran di madrasahmu dulu, jangan terpengaruh dengan lingkunganmu sekarang. Semoga sukses dengan ridho dari Allah untukmu”.
Hatiku ingin menangis dengan ucapan beliau, dengan perasaan terharu ku pakai peci yang telah ku terima itu, mungkin memang sekarang sedikit-sedikit mulai kutinggalkan dunia pesantrenku. Apa gunanya nanti aku menyandang gelar sarjana tapi ilmu yang ku dapat tidak di ridhoi oleh Allah hanya karena berani meninggalkan dunia pesantrenku dengan melanggengkan hal-hal makruh seperti ini?.
faya ayyuhal muslimun ushikum bitaqwallah....” seruan taqwa, selalu terucap dari para khotib setiap hari jumat seperti ini. Ya Allah, maafkan aku begitu seringnya aku mendengar ajakan itu tapi hanya sebagai pemanis jumu’ahanku saja selama ini. Waktu diantara 2 khotbah ku manfaatkan dengan baik, kumohon maaf kepada Allah akan semua khilafku baik yang sengaja maupun tidak, semoga belajarku di perguruan tinggi ini dapat berhasil dan nantinya mendapat ilmu yang barokah, kesehatan dan tetap iman Islam untukku dan keluargaku, serta semoga ayah ibu mendapat rizqi yang banyak halal dan berkah, amin.

“Nek kuwe ijeh ning madrasah kene aku yakin Iman, Islam, lan Ihsan mu apik. Tapi sok titenono nek wis nok kono-kono, gelem sholat 5 waktu tepat waktu lan wiridan ae iku wis Alhamdulillah”
-KH. Ahmad Arwan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar